TAK Perlu Jauh-jauh, Berikut Rekomendasi Tempat Wisata di Medan yang Murah Meriah
INFOMASI MEDAN– Libur natal dan tahun baru (Nataru) telah tiba, bagi Anda yang masih bingung menentukan tempat untuk berwisata, beberapa tempat wisata di Medan ini bisa jadi rekomendasi.
Selain berada di tengah kota, beberapa tempat wisata di Medan ini juga murah meriah karena membanderol tiket masuk dengan harga yang sangat terjangkau.
Tak hanya sekadar berlibur, Anda juga bisa memberikan pengetahuan terutama tentang sejarah Kota Medan kepada keluarga terutama anak-anak.
Berikut rekomendasi tempat wisata di Medan yang murah meriah :
1. Istana Maimun
Istana Maimun merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Melayu yang kini menjadi lokasi destinasi wisata bagi banyak orang, khususnya warga Kota Medan.
Pada momen-momen tertentu, seperti libur lebaran, natal dan tahun baru kali ini, Istana Maimun menjadi pilihan masyarakat untuk mengisi waktu liburan.
Kebanyakan dari pengunjung, merupakan warga dari luar Kota Medan.
Bagi wisatawan yang ingin masuk dan melihat kondisi bangunan Istana Maimun cukup merogoh kocek Rp 10 ribu sebagai retribusi.
Jika ingin berfoto menggunakan pakaian adat Melayu, wisatawan akan dikenakan tarif mulai Rp 50 ribu hingga Rp 400 ribu.
Tidak hanya itu, bagi Anda yang ingin berkeliling di sekitar Istana Maimun, bisa juga mencoba menaiki becak mini yang dipatok dengan harga Rp 15 ribu untuk 15 menit.
Untuk yang gemar berkuda, di halaman Istana Maimun juga ada yang menyewakan jasa tunggangan kuda dengan harga Rp 20 ribu.
2. Taman Buaya Asam Kumbang
Taman Buaya Asam Kumbang menjadi destinasi wisata alternatif untuk warga Kota Medan.
Di dalam lokasi Taman Buaya Asam Kumbang, tujuan utama wisatawan biasanya untuk berfoto. Berikut tiga spot foto yang bisa Anda jadikan referensi saat berkunjung ke Taman Buaya Asam Kumbang.
Pengelola Taman Buaya Asam Kumbang menyediakam spot khusus untuk bisa berfoto bersama buaya tanpa pembatas.
Spot ini sekaligus menguji adrenalin para pengunjung yang takut berhadapan langsung dengan jenis reptil ini.
Pengelola mematok harga sebesar Rp 5000 per foto untuk satu orang.
Pengunjung juga bisa langsung menyentuh ekor buaya sambil berpose.
Koleksi buaya di Taman Buaya Asam Kumbang bervariasi tidak hanya jenis tetapi juga dari segi usia.
Spot foto yang menjadi favorit pengunjung juga berfoto sambil melihat buaya dengan usia 50 tahun di dalam kolam khusus.
Buaya ini berukuran hampir dua kali ukuran orang dewasa. Pengunjung biasanya menikmati pemandangan buaya yang sudah puluhan tahun ini yang sudah jarang bergerak.
Selain bisa melihat buaya, pengunjung juga bisa memberi makan buaya dengan harga Rp 45 ribu yang dijual langsung oleh petugas di lokasi.
Kolam buaya yang berlumut hijau diisi oleh ratusan buaya yang sudah cukup umur untuk bertelur. Biasayanya buaya akan berebut saat diberi makan dan menyergap dengan segera.
Selain untuk melihat buaya, pengunjung juga bisa membeli souvenir di depan pintu masuk seperti boneka buaya yang terbuat dari karet.
Untuk bisa masuk, pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp 10 ribu per orang dan biaya parkir sebesar Rp 3 ribu.
3. Rumah Tjong A Fie
Kota Medan terkenal dengan situs-situs bangunan bersejarah di kawasan Kesawan.
Kawasan ini memiliki banyak bangunan tua yang memiliki nilai sejarah tinggi dan masih dijadikan cagar budaya hingga kini.
Satu di antaranya adalah Rumah Tjong A Fie atau Tjong A Fie Mansion.
Tjong A Fie Mansion mulanya adalah rumah besar milik pengusaha sukses dan terkenal berkebangsaan Tionghoa di Medan yang bernama Tjong A Fie.
Tjong A Fie adalah Majoor der Chineezen atau Wali Kota pertama untuk komunitas China di Kota Medan.
Dia tutup usia pada 4 Februari 1921, karena mengalami pendarahan otak.
Dari foto pemakaman yang tergantung di dinding rumahnya, terlihat ratusan orang menghadiri dan mengantar jenazahnya ke kompleks pemakaman milik keluarga di kawasan Medan Brayan, Kota Medan.
Tjong A Fie adalah orang yang dikenal sangat dekat dengan Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsyah dan para petinggi kolonial Belanda.
Rumah ini resmi dibuka untuk umum pada 18 Juni 2009, sekaligus untuk memperingati ulang tahun perantau sukses berbisnis perkebunan, pabrik sawit, gula, serta perkeretaapian yang ke-150 tahun.
Luas rumah ini sekitar 6.000 meter persegi.
Rumah yang dijadikan museum ini terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani Nomor 105, Kesawan, Medan Barat, Kota Medan, Sumatera Utara.
Rumah yang dibangun pada tahun 1900 ini memiliki gaya arsitektur khas Tiongkok yang berpadu dengan budaya Eropa dan Melayu.
Dari foto pemakaman yang tergantung di dinding rumahnya, terlihat ratusan orang menghadiri dan mengantar jenazahnya ke kompleks pemakaman milik keluarga di kawasan Medan Brayan, Kota Medan.
Tjong A Fie adalah orang yang dikenal sangat dekat dengan Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsyah dan para petinggi kolonial Belanda.
Rumah ini resmi dibuka untuk umum pada 18 Juni 2009, sekaligus untuk memperingati ulang tahun perantau sukses berbisnis perkebunan, pabrik sawit, gula, serta perkeretaapian yang ke-150 tahun.
Luas rumah ini sekitar 6.000 meter persegi.
Rumah yang dijadikan museum ini terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani Nomor 105, Kesawan, Medan Barat, Kota Medan, Sumatera Utara.
Rumah yang dibangun pada tahun 1900 ini memiliki gaya arsitektur khas Tiongkok yang berpadu dengan budaya Eropa dan Melayu.
Untuk mengunjungi Tjong A Fie Mansion wisatawan dikenai tiket masuk sebesar Rp 35.000 per orang.
Lokasi Tjong A Fie Mansion sangat dekat dengan pusat Kota Medan, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 10 menit dengan kendaraan roda dua atau roda empat.
4. Masjid Raya Medan
Masjid Raya Al Mashun atau Masjid Raya Medan menjadi salah satu destinasi wisata religi di Kota Medan.
Masjid ini mempunyai jejak sejarah cukup panjang. Tak heran, masjid ini termasuk salah satu ikon Kota Medan yang menarik wisatawan.
Masjid Raya Al Mashun dibangun oleh Sulthan Deli Kesembilan, yaitu Sulthan Makhmud Al Rasyid Perkasa Alam.
Proses pembangunannya menelan waktu hingga tiga tahun, tepatnya mulai dibangun pada 21 Agustus 1906 (1 Rajab 1324 H) dan rampung pada 10 September 1909 (25 Sya‘ban 1329 H).
Peresmian Masjid Raya Al Mashun berlangsung pada hari Jumat, dan ditandai dengan pelaksanaan salat Jumat pertama di masjid ini.
Masjid yang berlokasi di Jalan Sisingamangaraja Nomor 61 Kecamatan Medan Kota, ini memiliki luas tanah 13.200 meter persegi dan luas bangunan 1.500 meter persegi.
Pembangunan Masjid Raya ini menghabiskan dana sebesar satu juta Gulden. Jumlah yang sangat fantastis pada masa itu.
Hal ini memang sesuai dengan keinginan Sultan Makhmud Al Rasyid Perkasa Alam, yang berniat membangun masjid kerajaan nan megah.
Sultan Makhmud berpendapat membangun masjid lebih utama, ketimbang membangun kemegahan istananya sendiri, yaitu Istana Maimun.
Pendanaan pembangunan masjid ini pun ditanggung sendiri oleh Sultan. Namun, kabarnya Tjong A Fie, tokoh Tionghoa, saudagar kaya di Kota Medan era Kolonialisme, turut berkontribusi mendanai pembangunan masjid ini.
Arsitetur Masjid Raya Al Mashun, awalnya dirancang oleh seorang arsitek dari Belanda, Van Erp. Dia juga merupakan perancang bangunan Istana Maimun.
Namun, pada saat itu Van Erp dipanggil ke Pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda, untuk bergabung dalam proses restorasi Candi Borobudur di Jawa Tengah. Oleh karena itu, JA Tingdeman yang ditunjuk sebagai arsitek untuk meneruskan proses pengerjaan Masjid Raya.
Sang arsitek JA Tingdeman merancang Masjid Raya Al Mashun dengan konsep denah simetris segi delapan dengan sentuhan corak campuran Maroko, Eropa, Melayu, dan Timur Tengah.
Konsep persegi delapan itu menghasilkan ruang bagian dalam yang unik, dan tidak seperti masjid kebanyakan di Tanah Air.
Di empat penjuru Masjid Al Mashun masing-masing diberi beranda dengan atap tinggi berkubah warna hitam, melengkapi kubah utama di atap bangunan utama masjid. Masing-masing beranda dilengkapi dengan pintu utama dan tangga hubung antara pelataran dengan lantai utama masjid yang ditinggikan, kecuali bangunan beranda di sisi mihrab.
Ruangan di bangunan masjidnya terbagi tiga yaitu menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara.
Ruang utama berfungsi untuk tempat salat, yang berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar.
Jendela-jendela yang mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-kaca patri yang sangat berharga, sisa peninggalan Art Nouveau periode 1890-1914, yang dipadu dengan kesenian Islam. Seluruh ornamentasi di dalam masjid baik di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan.
Di depan masing-masing beranda terdapat tangga. Kemudian, pada segi delapan tadi, pada bagian luarnya tampil dengan empat gang pada keempat sisinya, yang mengelilingi ruang salat utama.
Gang-gang ini punya deretan jendela-jendela tak berdaun yang berbentuk lengkungan-lengkungan yang berdiri di atas balok. Baik beranda dan jendela-jendela lengkung itu mengingatkan desain bangunan kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol pada Abad Pertengahan.
Sementara, kubah mesjid mengikuti model Turki, dengan bentuk yang patah-patah bersegi delapan. Kubah utama dikitari empat kubah lain di atas masing-masing beranda, dengan ukuran yang lebih kecil.
Lalu, di bagian dalam masjid, terdapat delapan pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi untuk menyangga kubah utama pada bagian tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing.
Gerbang mesjid ini berbentuk bujur sangkar beratap datar. Sedangkan menara mesjid berhias paduan antara Mesir, Iran dan Arab. Dari kemegahan dan keunikan serta cantiknya arsitektur masjid ini tak terlepas dari bahan-bahan bangunan.
Sebab, sebagian bahan bangunan diimpor dari luar negeri. Seperti marmer, untuk dekorasi yang diimpor dari Italia, Jerman, kaca patri yang berasal dari China, dan lampu gantung langsung dari Perancis.
Masjid Raya Al Mashun ini dapat menampung lebih kurang 2.000 jemaah. Masjid ini dilengkapi berbagai fasilitas, seperti parkir, taman, tempat penitipan sepatu dan sandal, kantor sekretariat, penyejuk udara (AC), sound system dan multimedia, kamar mandi wc, tempat wudhu, dan sarana ibadah.
Adapun kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan pengurus masjid, yaitu Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf, Menyelenggarakan Pengajian Rutin, Menyelenggarakan Dakwah Islam dan Tabliq Akbar, Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam, Menyelenggarakan Sholat Jumat, Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu.